Syarat Pendaftaran
Perkara
Perkara
Dasar Hukum Utama: Kewenangan Pengadilan Agama dalam bidang perkawinan diatur oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (sebagaimana telah diubah oleh UU No. 16 Tahun 2019) dan pelaksanaannya yang lebih rinci terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) melalui Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991.
Sifat Perkara: Secara umum, perkara di bidang perkawinan terbagi dua:
Gugatan (Contentious): Perkara yang melibatkan sengketa antara dua pihak atau lebih (Penggugat dan Tergugat). Contoh paling umum adalah Cerai Gugat dan Gugatan Harta Bersama.
Permohonan (Voluntary): Perkara yang diajukan oleh satu pihak (Pemohon) untuk mendapatkan penetapan dari pengadilan tanpa adanya sengketa. Contohnya adalah Isbat Nikah, Dispensasi Kawin, dan Perwalian.
Ruang Lingkup: Kewenangan Pengadilan Agama mencakup semua sengketa dan permohonan yang timbul akibat atau terkait dengan ikatan perkawinan bagi Warga Negara Indonesia yang beragama Islam.
Deskripsi: Pemutusan ikatan perkawinan atas permohonan suami (Cerai Talak) atau gugatan istri (Cerai Gugat) karena alasan-alasan yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
Syarat Administrasi:
Surat Permohonan (Talak) atau Gugatan (Gugat) yang memuat alasan-alasan perceraian secara jelas.
Fotokopi KTP atau Surat Keterangan Domisili Pemohon/Penggugat.
Buku Nikah Asli, atau jika hilang/rusak, harus melampirkan Duplikat Kutipan Akta Nikah dari KUA yang bersangkutan.
Surat Izin Atasan bagi ASN/TNI/POLRI.
Surat Keterangan Ghaib dari Kantor Kelurahan/Desa di alamat terakhir pasangan Anda (khusus jika keberadaannya saat ini sudah tidak diketahui lagi).
Membayar Panjar Perkara
Catatan Penting: Semua dokumen bukti dalam bentuk fotokopi harus telah dibubuhi meterai dan dilegalisasi (dikenal dengan istilah nazegelen) oleh pejabat kantor pos yang berwenang.
Deskripsi: Gugatan untuk membagi harta yang diperoleh selama masa perkawinan setelah terjadinya perceraian.
Syarat Administrasi:
Surat Gugatan Harta Bersama yang merinci objek harta.
Akta Cerai Asli atau Salinan Putusan Perceraian yang telah berkekuatan hukum tetap.
Fotokopi KTP Penggugat.
Bukti-bukti kepemilikan harta yang digugat (misal: Sertifikat Tanah, BPKB, dll).
Membayar Panjar Perkara
Catatan Penting: Semua dokumen bukti dalam bentuk fotokopi harus telah dibubuhi meterai dan dilegalisasi (dikenal dengan istilah nazegelen) oleh pejabat kantor pos yang berwenang.
Deskripsi: Gugatan atau permohonan untuk menetapkan siapa yang berhak memelihara anak di bawah umur (<18 tahun) setelah perceraian atau kematian salah satu orang tua.
Syarat Administrasi:
Surat Gugatan/Permohonan Hadhanah.
Fotokopi KTP Penggugat/Pemohon.
Fotokopi Akta Kelahiran anak.
Fotokopi Akta Cerai atau Akta Kematian orang tua.
Catatan Penting: Semua dokumen bukti dalam bentuk fotokopi harus telah dibubuhi meterai dan dilegalisasi (dikenal dengan istilah nazegelen) oleh pejabat kantor pos yang berwenang.
Deskripsi: Permohonan izin dari orang tua/wali kepada pengadilan untuk menikahkan anaknya yang belum mencapai usia minimal perkawinan (19 tahun).
Syarat Administrasi:
Surat Permohonan Dispensasi Kawin.
Fotokopi KTP orang tua/wali sebagai Pemohon.
Fotokopi KTP atau KK kedua calon mempelai.
Fotokopi Akta Kelahiran atau Ijazah anak yang dimintakan dispensasi.
Surat Penolakan Pernikahan dari KUA karena alasan usia.
Catatan Penting: Semua dokumen bukti dalam bentuk fotokopi harus telah dibubuhi meterai dan dilegalisasi (dikenal dengan istilah nazegelen) oleh pejabat kantor pos yang berwenang.
Deskripsi: Permohonan untuk mengesahkan pernikahan yang telah sah secara agama Islam namun belum tercatat di KUA.
Syarat Administrasi:
Surat Permohonan Isbat Nikah.
Fotokopi KTP para Pemohon.
Surat Keterangan dari KUA setempat yang menyatakan pernikahan belum tercatat.
Surat Keterangan dari Kepala Desa/Lurah yang menerangkan status dan fakta pernikahan para Pemohon.
Catatan Penting: Semua dokumen bukti dalam bentuk fotokopi harus telah dibubuhi meterai dan dilegalisasi (dikenal dengan istilah nazegelen) oleh pejabat kantor pos yang berwenang.
Deskripsi: Gugatan untuk membatalkan sebuah perkawinan yang dianggap tidak sah sejak awal karena tidak memenuhi syarat subjektif atau objektif saat akad nikah.
Syarat Administrasi:
Surat Gugatan Pembatalan Perkawinan.
Fotokopi KTP Penggugat.
Buku Nikah dari perkawinan yang dimintakan pembatalan.
Bukti-bukti yang mendukung alasan pembatalan (misal: bukti adanya hubungan darah terlarang, bukti perkawinan sebelumnya yang belum putus, dll).
Catatan Penting: Semua dokumen bukti dalam bentuk fotokopi harus telah dibubuhi meterai dan dilegalisasi (dikenal dengan istilah nazegelen) oleh pejabat kantor pos yang berwenang.
Deskripsi: Permohonan yang diajukan oleh seorang calon mempelai wanita karena wali nasabnya menolak untuk menjadi wali nikah tanpa alasan yang sah menurut hukum Islam.
Syarat Administrasi:
Surat Permohonan Wali Adhal.
Fotokopi KTP Pemohon (calon mempelai wanita).
Fotokopi KTP calon suami.
Surat Penolakan Pernikahan dari KUA yang berisi alasan penolakan wali.
Catatan Penting: Semua dokumen bukti dalam bentuk fotokopi harus telah dibubuhi meterai dan dilegalisasi (dikenal dengan istilah nazegelen) oleh pejabat kantor pos yang berwenang.
Dasar Hukum Utama: Kewenangan Pengadilan Agama dalam sengketa waris bagi umat Islam didasarkan pada Kompilasi Hukum Islam (KHI), khususnya Buku II tentang Hukum Kewarisan. Hukum waris Islam (faraidh) mengatur siapa saja yang berhak menjadi ahli waris, bagian masing-masing, serta siapa yang terhalang hak warisnya.
Sifat Perkara: Perkara waris di Pengadilan Agama umumnya terbagi menjadi dua jenis:
Permohonan (Voluntary): Disebut Penetapan Ahli Waris (PAW). Ini diajukan secara bersama-sama oleh para ahli waris yang sudah sepakat (tidak ada sengketa) untuk mendapatkan penetapan hukum mengenai siapa saja ahli waris yang sah dari almarhum/almarhumah. Tujuannya biasanya untuk keperluan administratif seperti balik nama aset, pencairan dana di bank, dll.
Gugatan (Contentious): Disebut Sengketa Waris. Ini terjadi jika ada perselisihan di antara para ahli waris, misalnya sengketa mengenai siapa yang berhak menjadi ahli waris, keabsahan wasiat, atau besaran bagian masing-masing.
Ruang Lingkup: Pengadilan Agama berwenang menangani semua hal yang berkaitan dengan penentuan dan pembagian harta peninggalan (tirkah) dari seorang pewaris (al-muwarrits) yang beragama Islam kepada ahli warisnya (al-warits).
Deskripsi: Permohonan yang diajukan oleh semua ahli waris secara bersama-sama (atau dengan surat kuasa dari ahli waris lain yang berhalangan) untuk mendapatkan penetapan hukum yang sah.
Syarat Administrasi:
Surat Permohonan Penetapan Ahli Waris: Ditandatangani oleh semua ahli waris yang mengajukan.
Fotokopi KTP Semua Pemohon (Ahli Waris).
Surat Kematian atau Akta Kematian Pewaris: Dokumen asli atau fotokopi yang dilegalisir, dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang (Dukcapil atau Kepala Desa/Lurah). Ini adalah bukti utama bahwa pewarisan telah terbuka.
Fotokopi Buku Nikah Pewaris: Untuk membuktikan status perkawinan dan hubungan hukum dengan pasangan yang masih hidup.
Fotokopi Akta Kelahiran Seluruh Anak Pewaris: Untuk membuktikan hubungan nasab (keturunan) yang sah.
Silsilah Keluarga (Bagan Keturunan): Dokumen yang menjelaskan hubungan antara pewaris dengan semua ahli waris. Bagan ini harus ditandatangani oleh semua ahli waris dan diketahui (disahkan) oleh Kepala Desa atau Lurah setempat.
Fotokopi Kartu Keluarga (KK) Pewaris dan para Ahli Waris.
Catatan Penting: Semua dokumen bukti dalam bentuk fotokopi harus telah dibubuhi meterai dan dilegalisasi (dikenal dengan istilah nazegelen) oleh pejabat kantor pos yang berwenang.
Deskripsi: Perkara yang diajukan oleh satu atau beberapa ahli waris (sebagai Penggugat) terhadap ahli waris lainnya (sebagai Tergugat) karena adanya sengketa mengenai harta warisan.
Syarat Administrasi: Semua dokumen yang diperlukan untuk Permohonan Penetapan Ahli Waris (poin 1 di atas) wajib dilampirkan, ditambah dengan dokumen berikut:
Surat Gugatan Waris: Dokumen ini harus lebih detail daripada surat permohonan. Isinya harus memuat:
Identitas Penggugat dan Tergugat secara lengkap.
Kronologi sengketa yang terjadi.
Daftar Rinci Harta Warisan (Objek Sengketa): Menyebutkan secara jelas apa saja harta yang disengketakan (misalnya: tanah dengan nomor sertifikat, luas, dan lokasinya; kendaraan dengan nomor BPKB dan STNK; dll).
Tuntutan (Petitum) yang jelas, misalnya menuntut pembagian sesuai hukum Islam atau menuntut hak atas objek tertentu.
Bukti-bukti Kepemilikan Harta: Fotokopi bukti kepemilikan atas harta yang menjadi objek sengketa (Sertifikat Hak Milik, Akta Jual Beli, BPKB, dll).
Catatan Penting: Semua dokumen bukti dalam bentuk fotokopi harus telah dibubuhi meterai dan dilegalisasi (dikenal dengan istilah nazegelen) oleh pejabat kantor pos yang berwenang.